Selama ini, ekonomi informal sering dipahami sebagai “penyakit” yang harus disembuhkan agar kota tampak modern dan tertib. Padahal, di balik lapak kecil, gerobak dorong, atau kios seadanya, tersimpan daya hidup luar biasa yang membuat kota tetap berdenyut, terutama bagi jutaan warga miskin yang tak terjangkau oleh sistem ekonomi formal.
Sering kali kebijakan publik justru memperlihatkan wajah ganda:
Di satu sisi, pemerintah melalui dinas UMKM menyalurkan kredit mikro dan pelatihan usaha kecil;
Di sisi lain, Satpol PP menggusur pedagang yang menempati ruang yang sama.
Sebagaimana dijelaskan McGee (1976) dan Bondley dkk. (1979), ekonomi informal bukanlah penyimpangan, melainkan sistem ekonomi rakyat yang berbasis sumber daya lokal: mudah dimasuki, padat karya, adaptif, dan menjadi bantalan sosial bagi mereka yang tersisih dari sistem formal.
Sektor ini justru berperan besar dalam mengurangi tekanan kemiskinan perkotaan, dengan menciptakan lapangan kerja, memperkuat jaringan sosial, dan menjaga daya beli masyarakat.
Namun, seperti disoroti oleh Hernando de Soto, akar persoalannya bukan pada ketidakmauan untuk “resmi”, melainkan pada sistem formal yang mahal dan eksklusif. Proses perizinan, legalisasi lahan, dan akses pembiayaan yang rumit membuat warga miskin lebih mudah bertahan secara informal.
De Soto mengingatkan,
Kaum miskin memiliki “kekayaan” yang besar, hanya saja terperangkap sebagai dead capital, yaitu aset yang tak diakui secara hukum sehingga tidak bisa dikembangkan.Maka, salah satu kunci pengentasan kemiskinan adalah reformasi kelembagaan dengan membuka akses legal, memperjelas hak kepemilikan, dan menciptakan mekanisme yang memungkinkan ekonomi rakyat naik kelas tanpa kehilangan karakter lokalnya.
Dalam konteks perkotaan, upaya pengentasan kemiskinan dapat dilakukan dengan berbagai cara:
- Memberi ruang legal bagi ekonomi informal, misalnya melalui zona perdagangan rakyat, izin usaha mikro, atau desain ruang publik yang ramah kegiatan ekonomi warga.
- Perbaikan kondisi lingkungan kerja dan lingkungan hidup pelaku kegiatan ekonomi informal beserta mereka yang tergantung kepadanya.
- Dukungan kepada pedagang kecil dan menengah harus diarahkan pada pengendalian penyalahgunaan dukungan kepada pedagang besar.
- Pengaturan dan pengendalian privat/street vendors (pedagang kaki lima) harus mengikuti kaidah-kaidah dan kebijakan perencanaan kota.
“Lapisan bawah dalam struktur sosial-ekonomi (yang disebutnya sebagai bottom of the pyramid) bukan hanya memiliki potensi wirausaha yang besar tetapi juga merupakan pelaku pasar yang potensial”
C.K. Prahalad dalam The Fortune at the Bottom of the Pyramid: Eradicating Poverty Through Profits (2004)