Skip to content
Home » Artikel » Kerja formal sulit didapat, informal jadi pilihan

Kerja formal sulit didapat, informal jadi pilihan

Pedagang kaki lima, tukang ojek, hingga pekerja lepas tanpa kontrak resmi. Kita menyebut mereka sebagai pelaku sektor informal, bagian dunia kerja yang sering kita temui sehari-hari tetapi mungkin jarang kita pahami sepenuhnya.

Bagaimana asal muasalnya?

Menurut teori kelebihan tenaga kerja, sektor informal berkembang sebagai respons terhadap ketidakmampuan sektor formal dalam menyerap surplus tenaga kerja

Hal ini terjadi karena ketidaksempurnaan pasar tenaga kerja sektor formal yang umumnya lebih memilih tenaga kerja terdidik dengan keterampilan tertentu. Dampaknya, banyak tenaga kerja yang tidak memenuhi kualifikasi dan tidak dapat diterima di sektor formal mencari peluang pekerjaan alternatif yang lebih mudah di sektor informal.[1]

Besarnya peran sektor informal terutama di kawasan perkotaan Indonesia terjadi setelah krisis ekonomi 1997–1998 yang membuat jutaan pekerja dari sektor industri dan jasa kehilangan pekerjaan.[2]

Banyak dari mereka akhirnya beralih ke sektor informal, seperti menjadi pedagang, ojek, atau kembali ke desa untuk bertani. Data ADB (2011) mencatat bahwa sekitar 70% angkatan kerja pada akhir tahun 1990-an bekerja di sektor informal, terutama di bidang pertanian.[3]

Lama-kelamaan, perbedaan antara sektor formal dan informal terasa seperti sesuatu yang tidak pernah benar-benar hilang, seolah menjadi bagian permanen dari struktur ketenagakerjaan kita. 

Di mana ada sektor formal, biasanya sektor informal ikut hadir, mirip seperti kenyataan bahwa orang kaya dan orang miskin selalu ada berdampingan.

Tidak dapat dipungkiri, sektor informal mengambil peran sebagai jaring pengaman sosial sekaligus penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia. Badan Pusat Statistik memperkirakan pada tahun 2020-2024, terdapat sekitar 60% lapangan kerja sektor informal

Tren Pekerja Formal dan Informal Tahun 2020–2024
Sumber: Badan Pusat Statistik (2024)

Pertanyaannya, mengapa sektor ini penting tetapi sering kali kurang mendapat perhatian? 

Sektor informal menjadi alternatif utama bagi masyarakat untuk bertahan hidup, terutama saat lapangan kerja formal terbatas. Namun, sebagian besar pelaku usaha informal tidak memiliki akses pada perlindungan sosial, pembiayaan formal, atau pelatihan keterampilan. Akibatnya, produktivitas mereka rendah dan rentan terhadap guncangan ekonomi.

Tidak adanya batasan yang tegas antara sektor formal dan informal serta rendahnya kesadaran pemerintah atas keberadaan sektor informal yang seringkali dimaknai sebagai sesuatu yang ilegal dan tidak pantas mendapatkan perhatian hukum menjadikan mereka kian terpinggirkan.[4]

Meskipun sudah banyak juga pemerintah yang menunjukkan perhatiannya kepada sektor informal, tetapi jumlahnya masih terhitung kecil dibandingkan dengan persoalan yang ada.

“Pemerintah sering kali hanya melihat sektor informal (dalam hal ini misalnya pedagang kaki lima yang kian merebak) sebagai masalah, tetapi tidak ada upaya untuk untuk memecahkan akar persoalan”

Interview bersama Wicaksono Sarosa, ditulis dalam halaman khusus Jurnal Nasional 3 Juli 2006 oleh Rhama Deny.

Referensi

[1] Pitoyo, A. (2007). DINAMIKA SEKTOR INFORMAL Dl INDONESIA Prospek, Perkembangan, dan Kedudukannya dalam Sistem Ekonomi Makro. Yogyakarta: Populasi Jurnal Kependudukan dan Kebijakan. https://doi.org/10.22146/jp.12081

[2] Puspita, T. (2018). “Sudah Jatuh Tertimpa Tangga”, Balada Nestapa Pekerja Informal. Kompasiana. https://www.kompasiana.com/puspitateresa/sudah-jatuh-tertimpa-tangga-balada-nestapa-pekerja-informal

[3] Asian Development Bank (2011). The Informal Sector and Informal Employment in Indonesia. Mandaluyong City, Philippines. https://www.adb.org/sites/default/files/publication/28438/informal-sector-indonesia

[4] Sarosa, W. (2006). Berkembang Pesat Akibat Ketimpangan Transportasi. Jurnal Nasional. https://ruang-waktu.com/berkembang-pesat-akibat-ketimpangan-transportasi