Skip to content
Home » Artikel » Adakah “rumah sudah jadi dan siap huni” yang dapat diakses MBR?

Adakah “rumah sudah jadi dan siap huni” yang dapat diakses MBR?

Gua tunjukin rumah sudah jadi dan siap huni

Syair yang belakangan sedang viral dan terngiang-ngiang di kepala ini seolah menjadi simbol harapan bagi jutaan masyarakat Indonesia. Di balik setiap katanya, tersimpan impian akan sebuah rumah yang tak sekadar berdiri kokoh, tetapi juga menjadi tempat berlabuh setelah lelah meniti kehidupan.[1]

Memiliki rumah siap huni bukan hanya soal memiliki properti, melainkan juga hak asasi manusia yang seharusnya didapatkan oleh semua orang. Marco Kusumawijaya merujuk pada data dari Kementerian PUPR, menyampaikan bahwa kebutuhan rumah di Indonesia mencapai 10,5 juta unit (data tahun 2022). Ironisnya, bahkan desil tertinggi (10% penduduk dengan penghasilan tertinggi) pun mengalami kesulitan membeli rumah.[1]

Harga rumah terus meningkat jauh lebih cepat dibandingkan harga barang lainnya. Dalam istilah teknis, inflasi tanah dan bangunan terutama sektor perumahan mencapai angka 15-25% per tahun,[1] jauh melampaui kenaikan rata-rata gaji yang hanya sekitar 2,5% per tahun selama periode 2019-2024. Dengan disparitas seperti ini, mimpi memiliki rumah semakin sulit dicapai oleh banyak orang.

Rata-Rata Upah Pekerja di Indonesia dan Selisih Perubahannya Tahun 2019-2024 (Sumber: Diolah dari BPS, 2024)

Untuk menyukseskan proyek besar 3 juta rumah, pemerintah bertekad membuat Program Strategis Nasional (PSN) di sektor perumahan dengan target pembangunan minimal 20.000 unit rumah di 50 kabupaten/kota.[2]

Langkah ini juga melibatkan optimalisasi aset negara, termasuk pemanfaatan 1,3 juta hektare tanah telantar yang disita oleh Kejaksaan Agung, sebagaimana disampaikan oleh Menteri PKP.[3] Dengan roadmap yang direncanakan selesai pada tahun 2024, pemerintah berupaya menciptakan ekosistem perumahan yang lebih inklusif dan terjangkau bagi seluruh masyarakat.

Bagaimana dengan swasembada pangan yang jadi PSN juga?

Presiden Prabowo dalam janji politiknya menyampaikan bahwa akan membangun 1 juta rumah di perkotaan, 1 juta rumah di perdesaan, dan 1 juta rumah di pesisir—yang kemudian diamini oleh Menteri PKP, Maruarar Sirait, menjadi salah satu program prioritasnya.

Yang terjadi sekarang adalah sekitar 100.000 hingga 150.000 hektare lahan sawah beralih fungsi menjadi kawasan perumahan tiap tahunnya sehingga mengancam keberlanjutan produksi pangan nasional. Di tengah kondisi ini, pemerintah sedang menyusun regulasi baru terkait Lahan Sawah Dilindungi (LSD) untuk menjaga agar lahan pertanian strategis tetap terpelihara.[4]

Namun, muncul pertanyaan besar, mana yang seharusnya lebih diprioritaskan, kebutuhan akan perumahan bagi masyarakat atau perlindungan terhadap lahan sawah sebagai penopang ketahanan pangan?

Bagaimana dengan anggarannya?

Untuk mewujudkannya, Pemerintah membutuhkan anggaran besar, yaitu Rp53,6 triliun dari APBN dan Rp335 triliun dari perbankan serta kerja sama dengan sejumlah lembaga swasta.[5] Meski ambisius, program ini mengingatkan pada program serupa di era Presiden Jokowi, yaitu pembangunan sejuta rumah. Sayangnya, realisasi jauh dari target hanya sekitar 200.000 unit yang berhasil dibangun.[6]

Pengalaman tersebut menimbulkan kekhawatiran terhadap keberlanjutan dan efektivitas program baru ini, terutama dalam hal pengelolaan anggaran, kolaborasi lintas sektor, serta penyelesaian tantangan di lapangan. Apakah program 3 juta rumah ini akan mampu menghindari hambatan yang sama dan mencapai targetnya, masih menjadi tanda tanya besar.

Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan dalam program 3 juta rumah adalah pengembangan konsep perumahan sosial sebagai solusi relevan untuk memenuhi kebutuhan hunian masyarakat berpenghasilan rendah.

Praktik baik penerapan konsep perumahan sosial di Wina, Austria mengajarkan bahwa kemampuan pemerintah untuk membangun dan mengelola perumahan sosial mampu menekan ketergantungan atas pasar swasta. Dibuktikan dengan lebih dari 60% penduduknya tinggal di perumahan yang didanai publik, baik perumahan sosial langsung maupun yang disubsidi.[7]

Maka, ketika pemerintah gagal untuk mengelola perumahan subsidi ini, bukan tidak mungkin visi awal penciptaannya untuk MBR malah justru tidak terjangkau bagi mereka karena adanya risiko spekulasi harga. Rumah akan selalu dilihat sebagai properti investasi yang bisa dijual kembali dengan harga tinggi—makin jauhlah kita dengan pemenuhan hak asasi manusia akan tempat tinggal yang layak.

Referensi

[1] Institut Harkat Negeri. (2024, December 1). RUMAH SUBSIDI JADI INVESTASI?! – ISU PERUMAHAN SOSIAL | CERITA MARCO [Video]. YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=9qNtqvss26k.

[2] Asmaaysi, A., & Dewi, F. S. (2024, December 12). Nusron Ungkap Alasan Program 3 Juta Rumah Diusulkan Jadi PSN. Bisnis.com. https://ekonomi.bisnis.com/read/20241212/47/1823611/nusron-ungkap-alasan-program-3-juta-rumah-diusulkan-jadi-psn.

[3] Dahlia, A. (2024, November 6). Bangun 3 Juta Rumah, Nusron Siapkan 1,3 Juta Hektare Tanah Telantar. Detiknews. https://news.detik.com/berita/d-7624841/bangun-3-juta-rumah-nusron-siapkan-1-3-juta-hektare-tanah-telantar.

[4] Asmaaysi, A., & Meilanova, D. R. (2024, December 5). 150.000 Ha Sawah Beralih Fungsi Tiap Tahun, Bagaimana Nasib Swasembada Pangan? Bisnis.com. https://ekonomi.bisnis.com/read/20241205/12/1822008/150000-ha-sawah-beralih-fungsi-tiap-tahun-bagaimana-nasib-swasembada-pangan.

[5] Marta, M. F. (2024, November 12). Bagaimana Strategi Pembiayaan Program 3 Juta Rumah? Kompas.id. https://www.kompas.id/artikel/bagaimana-strategi-pembiayaan-program-3-juta-rumah.

[6] Asmaaysi, A., & Jatmiko, L. D. (2024, October 28). Ara Curhat Harus Bangun 3 Juta Rumah dengan Anggaran Rp5 Triliun. Bisnis.com. https://ekonomi.bisnis.com/read/20241028/45/1811278/ara-curhat-harus-bangun-3-juta-rumah-dengan-anggaran-rp5-triliun.

[7] Reneau, A., & Staff, U. (2024, October 21). Vienna’s 100-year-old approach to affordable housing. Upworthy. https://www.upworthy.com/worlds-most-livable-city-has-a-proven-100-year-old-approach-to-affordable-housing-rp3.