Ketika berbicara soal iklim, banyak dari kita mungkin merasa sudah memahami urgensi perubahan iklim. Namun, meski upaya telah dilakukan di berbagai negara, perubahan iklim tampaknya tetap menjadi ancaman serius.
Dunia yang semakin terhubung justru sering kali mengesampingkan lingkungan dalam mengejar pertumbuhan ekonomi. Dan ketika regulasi yang ada tidak sepenuhnya dapat diimplementasikan oleh masyarakat luas, di sinilah anak muda, sebagai motor penggerak perubahan, mengambil perannya.
Hari Kota Dunia 2024 mengusung tema “Kaum Muda yang Memimpin Iklim dan Aksi Lokal untuk Kota” sebagai respons terhadap besarnya jumlah populasi anak muda khususnya usia 16-30 tahun, yang kini mendominasi demografi dunia. Dengan jumlah yang mencapai sekitar 32% dari populasi global,[1] mereka menjadi kekuatan besar dalam membawa perubahan.
Generasi Z, atau akrab dipanggil Gen Z, lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Mereka adalah generasi yang tumbuh bersama perkembangan teknologi, melek informasi, dan dikenal sebagai individu yang kritis serta kreatif dalam mengekspresikan diri.[2] Merekalah yang memegang peran besar di dunia, termasuk dalam gerakan lingkungan.
Peran anak muda disoroti dalam gerakan perubahan iklim karena mereka membawa ide segar, merepresentasikan kebutuhan serta aspirasi generasi mereka dengan perspektif unik yang sangat dibutuhkan untuk memecahkan berbagai masalah kota dan lingkungan saat ini. Kemampuan mereka dalam memanfaatkan teknologi juga memungkinkan adanya transformasi besar di kehidupan kota—dari penggunaan aplikasi untuk memantau polusi hingga memobilisasi massa dalam kampanye lingkungan.
Kepeduliannya terhadap isu-isu sosial dan lingkungan ditunjukkan dalam bentuk konsumsi ramah lingkungan—memilih produk yang lebih sustainable, mengurangi penggunaan plastik, dan lebih banyak mendukung bisnis yang peduli lingkungan.[3]
Gerakan konsumsi ramah lingkungan oleh Fakultas Psikologi UGM pada kegiatan PIONIR Psikologi Rumah Kita dengan membawa tempat makan dan minum sendiri (Sumber: psikologi.ugm.ac.id)
Menurutnya, perubahan kecil yang dilakukan setiap individu pada akhirnya bisa menjadi perubahan besar ketika dilakukan bersama-sama. Membayangkan jika semua orang mulai menerapkan pola pikir dan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan, dampak positif terhadap iklim dunia akan terasa begitu nyata.
Mereka juga aktif berpartisipasi dalam aksi kolektif untuk menggalang dukungan dalam menekan pemerintah agar menciptakan kebijakan-kebijakan yang lebih mendukung kelestarian lingkungan.
Aksi kolektif menjadi jalan yang mereka tempuh karena memahami bahwa sebesar apa pun perubahan gaya hidup individu, dampaknya akan sulit terasa jika tidak didukung regulasi yang kuat dari pemerintah. Mereka menyadari bahwa regulasilah yang pada akhirnya akan mengubah sikap masyarakat secara sistemik.[4]
Hari Kota Sedunia 2024 ini menjadi momentum penting bagi anak muda untuk menguatkan aksi dan gerakan yang mereka mulai. Di tengah berbagai tantangan lingkungan yang semakin nyata, generasi muda hadir dengan semangat dan ide, memberi harapan bahwa perubahan positif masih mungkin terjadi, dan bahwa bersama-sama, kita bisa membawa kota-kota di seluruh dunia menuju masa depan yang lebih ramah iklim dan berkelanjutan.
Referensi
[1] Noor, A. (2024, Juni 25). 20+ Gen Z Statistics for Employers. Qureos Hiring Guide. https://www.qureos.com/hiring-guide/gen-z-statistics.
[2] Weedy, S. (2024, Februari 23). Shaping tomorrow’s cities – the role of youth in urban design. Child in the City. https://www.childinthecity.org/2024/02/23/shaping-tomorrows-cities-the-role-of-youth-in-urban-design/?gdpr=accept.
[3] Bicara Udara. (2022, Januari 5). Anak Muda, Tantangan Zaman dan Perubahan Iklim [Video]. YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=hs3JIpJuDQA.
[4] Nat Geo Indonesia. (2023, Februari 13). Mengapa Anak Muda Harus Terlibat dalam Gerakan Peduli Iklim? [Video]. YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=u0oaIN0jbXE.