Skip to content
Home » Artikel » Kota yang Menyehatkan: Cara Hidup Normal Baru

Kota yang Menyehatkan: Cara Hidup Normal Baru

Pandemi Covid-19 telah mengubah bagaimana kota direncanakan, dibangun, dan dikelola di masa mendatang. Kota-kota pasca pandemi haruslah kota yang menyehatkan. Menurut Wicaksono Sarosa, sebagaimana dikutip dalam buku Kota untuk Semua, kota yang menyehatkan tidak hanya memiliki fasilitas kesehatan yang memadai dan terjangkau bagi masyarakatnya, tetapi juga harus bersih, memiliki lingkungan yang sehat, serta mendorong warga bergerak aktif. Kota yang sehat pasca pandemi adalah kota yang warganya senantiasa menjaga standar kebersihan dan higienitas yang tinggi sebagai kenormalan baru.

Namun, belum semua kota di Indonesia mampu untuk menjadi kota yang menyehatkan. Contohnya, masih banyak warga kota yang membuang sampah sembarangan, hingga mengotori lingkungan sekitar. Tidak hanya itu, kondisi trotoar di kota-kota yang belum layak, nyaman, dan aman membuat warga menjadi malas berjalan kaki dan kurang bergerak. Permukiman padat penduduk di kota juga umumnya tidak memiliki infrastruktur lingkungan skala komunal, seperti air bersih, sanitasi, dan lainnya. Hal ini sudah tentu menjadi pekerjaan besar bagi para pengelola kota, terutama di kehidupan normal baru pasca pandemi Covid-19.

Kota yang tidak menyehatkan ternyata lebih rentan terkena dampak dari bencana kesehatan, termasuk pandemi Covid-19.  Kota yang tidak menyehatkan cenderung kurang siap saat tiba-tiba terjadi epidemi atau pandemi di wilayahnya. Lingkungan yang kotor dan tidak sehat sering menjadi tempat awal munculnya berbagai penyakit seperti DBD, malaria maupun penyakit pencernaan. Kondisi lingkungan seperti itu terkadang masih diperparah dengan minimnya fasilitas dan kualitas pelayanan kesehatan. Jika terjadi epidemi atau pandemi, bisa saja dalam waktu singkat jumlah pasien melebihi kapasitas fasilitas kesehatan yang tersedia hingga muncul korban jiwa.

Ketidaksiapan kota menghadapi epidemi atau pandemi akan berakibat lebih fatal jika yang diihadapi adalah penyakit baru. Seperti yang disampaikan dr. Yurdhina Meilissa, pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini diakibatkan oleh jenis virus baru yang berbahaya dan bisa berlangsung dalam jangka panjang. Kota-kota berpenduduk besar, seperti Jakarta, Surabaya dan Semarang, cenderung menjadi episentrum penyebaran virus, karena tingkat kepadatan penduduk yang tinggi serta infrastruktur kesehatan dan lingkungan yang belum memadai. Mayoritas daerah episentrum Covid-19 pun banyak yang berupaya untuk menerapkan pembatasan berbagai kegiatan sehingga menimbulkan dampak sosial ekonomi di masyarakat.

Dalam upaya penanganan pandemi Covid-19 saat ini, sektor kesehatan dan ekonomi merupakan dua hal yang selalu dibahas. Namun, bagaimana kita membangun, merencana, dan mengelola kota yang sehat sering kali dilupakan. Padahal, kota berperan penting dalam upaya penanganan dan pencegahan pandemi ini di masa mendatang. Oleh karena itu, tuntutan untuk membangu kota yang sehat, bersih, hijau, dan aktif, serta dilengkapi fasilitas kesehatan yang mumpuni menjadi semakin relevan dan penting untuk segera dilakukan.

Kota yang Menyehatkan: Bagaimana Implementasinya?

Pandemi Covid-19 ini menjadi bukti jika kota-kota belum siap menghadapi bencana kesehatan. Untuk keluar dari pandemi, tentu saja kita harus berusaha mencegah virus semakin menyebar. Selain itu, kita juga harus berusaha membuat lingkungan yang lebih baik sebagai cara mitigasi bencana kesehatan di masa depan. Pandemi ini sebenarnya merupakan salah satu peluang untuk memperbaiki banyak hal, karena krisis kesehatan ini dibicarakan oleh banyak pihak. Oleh karena itu, selama dan setelah pandemi Covid-19, kota-kota harus berpikir serius untuk menyehatkan warganya.

Untuk menyikapi perlunya kota yang menyehatkan tersebut, Nirwono Joga mengusulkan adanya buku Panduan Normal Baru Kota Sehat. Dalam panduan tersebut, diusulkan tiga parameter untuk mengukur sebuah kota sehat, yaitu sehat, bersih, dan hijau. Dalam parameter sehat, pertimbangan yang digunakan adalah fasilitas kesehatan masyarakat, sanitasi lingkungan, dan pengendalian penyakit. Ketiga pertimbangan tersebut digunakan untuk mendukung kota sehat tanpa penyakit menular, seperti Covid-19, DBD dan malaria.

Gambar 1. Draft Panduan Normal Baru Kota Sehat

Sumber: Joga, 2020

Untuk mewujudkan kota yang bersih, kota perlu memperhatikan pengelolaan sampah dan limbah, kesehatan pangan, serta kebersihan lingkungan. Terkait pengolahan sampah dan limbah, tantangan yang dihadapi tidak hanya mengurangi sampah sejak sumber, tetapi juga mengolah dan mengelola sampah di akhir agar lebih ramah lingkungan. Terkait pangan, perlu adanya standar kebersihan dan kesehatan yang diterapkan terutama untuk rumah makan. Dalam standar tersebut, perlu diatur juga cara pengolahan sampah makanan yang dihasilkan. Untuk menjaga kebersihan lingkungan, masyarakat diharapkan dapat membuang sampah pada tempatnya sehingga tidak mencemari lingkungan.

Untuk mewujudkan kota yang hijau, penting untuk memahami peran penataan permukiman, ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH), dan penerapan kebiasaan ramah lingkungan. Hal ini penting terlebih karena belakangan ini penyebaran Covid-19 banyak terjadi di kawasan padat dan rentan terjadi kerumunan, seperti pasar dan permukiman. Kondisi pasar dan kawasan padat yang rentan penyakit diperparah dengan minimnya RTH dan masyarakat yang tidak terbiasa dengan budaya hidup bersih dan sehat dapat mempercepat penyebaran penyakit Covid-19 maupun penyakit menular lainnya.

Selain tiga aspek yang disampaikan Nirwono Joga tersebut, untuk mendesain sebuah kota yang menyehatkan, masyarakat juga perlu aktif seperti yang disampaikan oleh Poetoet Soedarjanto, ketua komunitas Bike to Work Indonesia. Salah satu cara untuk mendorong warga aktif bergerak adalah dengan bersepeda sebagai bagian dari rutinitas harian masyarakat. Penggunaan moda transportasi ramah lingkungan tersebut merupakan jawaban atas permasalahan sosial dan lingkungan yang timbul akibat tingginya penggunaan kendaraan pribadi. Untuk itu, infrastruktur perkotaan, seperti jalur sepeda dan trotoar, dituntut baik agar tidak hanya sehat tapi juga bugar dan mampu membuat warganya aktif bergerak. Di samping itu, penting juga bagi para pesepeda untuk tetap memperhatikan protokol kesehatan, baik itu sebelum hingga setelah selesai bersepeda.

Gambar 2. Protokol Kesehatan Bersepeda

Sumber: B2W Indonesia, 2020

Dalam rangka pewujudan kota yang menyehatkan, intervensi diperlukan di setiap tingkatan, mulai dari skala makro hingga mikro. Hal ini karena kota yang sehat tidak dapat terwujud jika hanya memiliki kebijakan kesehatan lingkungan tanpa didukung dengan perilaku hidup bersih dan sehat masyarakatnya. Yang juga penting dalam implementasi kota sehat adalah adanya standar pelayanan dasar yang menjadi tugas dan kewajiban bagi setiap pemerintah daerah. Tentu hal di atas tidak lah mudah, terlebih kondisi perekonomian belum sepenuhnya pulih. Namun, pandemi Covid-19 memberikan satu peluang bagi para pengelola kota untuk mulai serius menyiapkan kota yang lebih menyehatkan di masa mendatang.

*Artikel ini disusun berdasarkan diskusi dalam Webinar #2 RWxKH ”Kota Sehat Pasca Pandemi” yang diselenggarakan oleh Ruang Waktu – Knowledge Hub for Sustainable [Urban] Development dan Kemitraan Habitat Indonesia