Compact city, 15-minute city, dan healthy city adalah tiga konsep kota yang sering dibahas dan terkadang dianggap serupa.
Meskipun memiliki tujuan yang sama dalam menciptakan lingkungan yang lebih nyaman, efisien, dan berkelanjutan, ketiganya memiliki fokus yang berbeda. Apa saja itu? Yuk, kita simak bersama!
- Compact City
Konsep compact city berangkat dari kebutuhan ruang perkotaan yang semakin besar tetapi lahan perkotaan semakin terbatas.[1]

Sumber: Krzysztof & Rodrigo (2015)
Compact city menekankan pada pembangunan kota dengan kepadatan tinggi yang efisien dalam penggunaan lahan dan energi dengan pengurangan jarak antara kawasan. Kota ini dirancang agar masyarakat bisa hidup dan bekerja dalam kawasan yang lebih terintegrasi sehingga mengurangi kebutuhan perjalanan jauh dengan kendaraan bermotor.[2]
- 15-minute City
Konsep 15-minute city adalah salah satu jenis dari compact city.

Sumber: Kharavian-Garmsir dkk. (2023)
Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Carlos Moreno dan semakin populer setelah pandemi COVID-19. Ide utamanya adalah kota yang berorientasi pada manusia, yang artinya setiap warga kota dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari—seperti bekerja, berbelanja, sekolah, dan rekreasi—dalam jarak 15 menit dengan berjalan kaki atau bersepeda.[3]
- Healthy City
Sementara compact city dan 15-minute city lebih berfokus pada tata ruang dan mobilitas, konsep healthy city menambahkan dimensi kesehatan ke dalam perencanaan kota.

Sumber: Sarosa dkk. (2021)
Konsep pembangunan kota ini mendorong pendekatan yang holistik pada kesehatan masyarakat dalam perencanaan dan pembangunan kota.[4]
Intinya, deh …
Compact City | 15-minutes City | Healthy City |
Berangkat dari kebutuhan akan lahan yang meningkat sementara ketersediaan lahan tetap | Berangkat dari urgensi pengurangan karbon dari kendaraan bermotor | Berangkat dari urgensi penciptaan kota yang sehat sebagai langkah preventif untuk mencegah penyebaran wabah penyakit |
Fokus pada pembentukan kota dengan kepadatan yang tinggi untuk memaksimalkan efisiensi lahan dan energi | Fokus pada pembentukan kota yang mudah diakses dengan berjalan kaki atau bersepeda | Fokus pada penyediaan infrastruktur kota yang menunjang gaya hidup sehat |
Menekankan transportasi umum, pola penggunaan lahan campuran, dan interaksi sosial yang saling terintegrasi | Dirancang untuk mengurangi ketergantungan pada kendaraan bermotor dan menciptakan lingkungan inklusif | Bukan hanya berbicara tentang penyediaan infrastruktur fisik, tetapi juga aspek sosial, seperti pembentukan perilaku masyarakat melalui tata kotanya |
Referensi
[1] Neuman, M. (2005). The Compact City Fallacy. Journal of Planning Education and Research, 25(1), 11-26. https://doi.org/10.1177/0739456X04270466
[2] Burton, E. (2000). The Compact City: Just or Just Compact? A Preliminary Analysis. Urban Studies, 37(11), 1969–2006. https://doi.org/10.1080/00420980050162184
[3] Moreno, C. (2024). The 15-minute city: A solution to saving our time & our planet. Wiley.
[4] Sarosa, W., Susetyo, N. A., Kusuma, E. D., Aulianisa, M. N., Maulaa, M. R., & Gifarry, P. (2024). Kota Tangguh Pasca Korona: Urgensi Ketangguhan Kota di Era Ketidakpastian. Expose.