Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 menjadi perbincangan hangat belakangan ini. Pasalnya, salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dirancang untuk menjadi kawasan elite dengan pantai buatan, rumah-rumah mewah, dan fasilitas modern ini menyimpan sejumlah masalah tata ruang di baliknya.
Bagai tak belajar dari kawasan PIK sebelumnya, PIK 2 lebih seperti masalah PIK (jilid) 2. Menteri ATR/Kepala BPN menyampaikan bahwa PIK 2 sedang dalam proses pengkajian ulang karena ketidaksesuaiannya dengan RTRW provinsi maupun kabupaten/kota.
Lebih mengejutkan lagi, proyek ini ternyata belum memiliki RDTR, dokumen penting yang seharusnya menjadi dasar perencanaan dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Fakta lain yang menambah kompleksitasnya adalah peruntukan lahan PIK 2 yang seluas 1.700 hektare tersebut, sekitar 1.500 hektarenya merupakan kawasan hutan lindung, serta 200 hektare sisanya termasuk dalam Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B), yang seharusnya dilindungi untuk mendukung ketahanan pangan nasional.[1]
Kok bisa proyek dengan masalah tata ruang menjadi PSN?
Jawabannya terletak pada kebijakan yang memberikan kelonggaran tertentu untuk PSN. Berdasarkan regulasi terkait percepatan pelaksanaan PSN dan penyelenggaraan penataan ruang, proyek semacam ini tetap bisa berjalan jika dianggap memiliki dampak strategis terhadap pembangunan nasional. Dalam kasus PIK 2, alasan percepatan investasi sering kali menjadi dasar utama di balik kebijakan tersebut. [2,3]
Namun, pendekatan ini menuai kritik. Sebab, kebijakan ini sering kali mengorbankan prinsip-prinsip tata ruang berkelanjutan serta menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan.
Lalu, untuk apa dan siapa proyek ini sebenarnya?
Dengan segala kemewahan yang ditawarkan, jelas PIK 2 lebih banyak memberikan manfaat kepada kelompok masyarakat kelas atas dan pengembang properti. Sedangkan untuk mereka,
Nelayan
Reklamasi yang dilakukan berpotensi membatasi akses nelayan, terutama nelayan di Kabupaten Tangerang. Akses mereka ke laut semakin terbatas, sementara kerusakan ekosistem, seperti hilangnya bakau dan perubahan garis pantai, memperburuk risiko banjir rob di Jakarta Utara dan daerah pesisir sekitarnya.[4]
Petani
Sebanyak 200 hektare lahan yang seharusnya masuk dalam KP2B terancam hilang. Padahal, kawasan ini sebelumnya ditetapkan untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Hal ini bertentangan dengan visi swasembada pangan yang menjadi prioritas nasional. [5]
Lingkungan
Dampak ekologis dari hilangnya hutan lindung dan bakau tidak hanya dirasakan oleh masyarakat lokal, tetapi juga berdampak luas pada kualitas lingkungan di Jakarta Utara.
Di mana letak keadilan?
Proyek seperti PIK 2 menimbulkan pertanyaan besar tentang keadilan tata ruang di Indonesia. Di satu sisi, percepatan pembangunan dan investasi menjadi alasan utama pengembangannya. Namun, di sisi lain, masyarakat kecil, seperti nelayan dan petani, harus menanggung kerugian besar.
Apakah percepatan investasi ini hanya untuk kepentingan kelas atas, sementara mereka yang berada di bawah hanya bisa berpasrah saja?
Referensi
[1] Rahayu, R., & Shaidra, A. (2024, November 29). Rencana Tata Ruang PSN PIK 2 Bermasalah, Nusron Wahid Bakal Kaji Ulang. Tempo. https://www.tempo.co/ekonomi/rencana-tata-ruang-psn-pik-2-bermasalah-nusron-wahid-bakal-kaji-ulang-1174739
[2] Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
[3] Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN)
[4] Saturi, S. (2024, November 7). Nasib nelayan Tangerang, sulit melaut setelah ada proyek perumahan mewah – Mongabay.co.id. Mongabay.co.id. https://www.mongabay.co.id/2024/10/23/nasib-nelayan-tangerang-sulit-melaut-setelah-ada-proyek-perumahan-mewah/
[5] Cipta, A., & Shaidra, A. (2024, May 14). 200 Ha Lahan di Tangerang Masuk Plotting Proyek Strategis Nasional PIK 2, 100 Ha di Antaranya, Kawasan Lahan Perhutani dan KKP. Tempo. https://www.tempo.co/ekonomi/200-ha-lahan-di-tangerang-masuk-plotting-proyek-strategis-nasional-pik-2-100-ha-di-antaranya-kawasan-lahan-perhutani-dan-kkp-59071