Skip to content
Home » Artikel » Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Pembangunan LRT di Jakarta?

Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Pembangunan LRT di Jakarta?

Oleh: Mezatoi Mohammad

LRT atau light rail systems merupakan moda transportasi yang sering kita lihat, apalagi dengan maraknya pembangunan LRT yang sedang berjalan. LRT sudah diterapkan di berbagai negara maju untuk mengurangi tingkat kemacetan. Beberapa tahun yang lalu Indonesia pun mengikuti untuk menerapkan sistem transportasi LRT dan ingin dibangun menjadi berbagai fase.

Sampai mana Pembangunan LRT di Jakarta?

Gambar 1 Peta Rencana Jalur LRT DKI Jakarta Fase 1 dan 2

Pembangunan LRT Jakarta dimulai pada tahun 2016, yang melayani rute Pegangsaan Dua–Velodrome sebagai fase pertama. Rute tersebut banyak disebut kurang efektif karena tidak terintegrasi dengan moda transportasi umum lainnya. Sepanjang tahun 2022–23, LRT Jakarta hanya melayani 1 juta penumpang, jauh dibandingkan dengan MRT (33 juta) atau Transjakarta (280 juta) pada periode yang sama.

Tahun 2023, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana melanjutkan pembangunan LRT Jakarta dalam fase 1B, yaitu Velodrome – Manggarai. Rute ini melayani lokasi yang memiliki tingkat aktivitas masyarakat dan juga sebagai akses tambahan untuk pengembangan Stasiun Sentral Manggarai. Namun, dengan adanya pembangunan LRT, apakah kemacetan lalu lintas akan menurun?

Konsekuensi Berjalannya Sebelum dan Sesudah Pembangunan Jalur LRT terhadap Pengguna Jalan

Berjalannya pembangunan LRT DKI Jakarta Fase 1B memiliki drawback yang cukup besar. Pembangunan tersebut memakan sebagian porsi dari Jalan Tambak yang merupakan jalan utama penghubung kawasan pasar dengan kawasan industri. Hal tersebut menyebabkan kemacetan yang cukup buruk. Kemacetan ini terjadi pada Jalan Tambak seperti yang ada di Gambar 2. Hal ini juga terjadi terhadap jalanan yang sudah selesai pembangunan Stasiun LrT, yaitu terletak pada Stasiun Kelapa Gading seperti yang ada di Gambar 3.  

Gambar 2 Kondisi jalanan pada Jalan Tambak

Gambar 3 Kondisi jalanan pada Jalan Boulevard Selatan, Jakarta Utara

Hampir setiap hari, ruas jalan Jalan Tambak sering mengalami kemacetan, terutama pada saat peak hour (pagi dan sore). Hal ini dikarenakan Jalan Tambak berperan sebagai jalan utama di kawasan industri dan sebagai penghubung ke Stasiun Manggarai sebagai stasiun sentral. Pembangunan LRT fase 1B memperparah kemacetan yang ada. Namun, konsekuensi ini tentunya tidak sementara. Dalam banyak kasus, pembangunan angkutan umum massal berperan besar dalam mengurangi kemacetan di banyak kota

Adanya pembangunan LRT memang memperparah keadaan macet yang sudah ada. Namun, kemacetan ini tidak permanen dikarenakan hanya sedikit stasiun yang sudah dibangun, hal ini bisa menjadi penyebabnya masyarakat kurang tertarik untuk menaiki LRT, mungkin setelah semua stasiun sudah dibangun, maka akan banyak yang tertarik untuk menaiki LRT dan kemacetan di jalan raya pun ikut berkurang. Banyak kasus dalam penanganan kemacetan dalam kota, solusi yang diberikan yaitu pengadaan angkutan umum.

Perbandingan LRT Jakarta dengan Kota Di Luar Indonesia

Xavier Fageda melakukan studi terkait perubahan kemacetan di jalanan pada perkotaan Tengah di Eropa pada Tahun 2008 – 2019 yang berjudul, “Do light rail systems reduce traffic externalities? Empirical evidence from mid-size european cities” menjelaskan bahwa dengan adanya sistem LRT kemacetan pun menurun sebanyak 7%, serta polusi yang dihasilkan berkurang sebanyak 3%. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan LRT di Eropa Tengah memiliki dampak yang positif untuk masyarakat dan dalam penyelesaian kemacetan kendaraan.

Gambar 4 Perubahan Tingkat Kemacetan di Berbagai Kota di Eropa (2008 – 2019)

Gambar 5 Perubahan Tingkat Polusi di Berbagai Kota di Eropa (2008 – 2019)

Grafik di atas menunjukkan bahwa dengan penerapan LRT di negara-negara Eropa Tengah memiliki dampak yang positif dalam pengurangan tingkat kemacetan dan polusi. Saat ini, Jakarta telah memiliki berbagai moda angkutan umum massal seperti MRT, Transjakarta, dan KRL Commuter Line. Adanya LRT tentu akan menambah opsi bermobilitas bagi warga kota, yang kedepannya bisa mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan pribadi, sekaligus mengurangi kemacetan dan polusi udara.

Saran Pengembangan

Sebagai bagian dari transportasi berkelanjutan di Jakarta, LRT Jakarta dapat berkontribusi pada pengembangan kawasan yang berorientasi pada angkutan umum. Stasiun-stasiun LRT eksisting dan yang akan dibangun bisa dikembangkan sebagai kawasan TOD. Hal ini akan meningkatkan aksesibilitas pejalan kaki yang akan berdampak pada kenyamanan penumpang dan preferensi penggunaan LRT Jakarta untuk koridor tersebut. Lebih jauh lagi, hal ini akan ‘memperbaiki’ tata guna lahan dan peningkatan nilai lahan.

Kasus serupa sudah terjadi di pembangunan MRT Jakarta, di mana lahan di sekitar stasiun mengalami perbaikan tata guna lahan. Misalnya, perbaikan trotoar yang menunjang aksesibilitas penumpang untuk menuju bangunan di sektiar stasiun yang bisa mendatangkan lebih banyak pengunjung ke bangunan-bangunan tersebut. Bangunan yang ada juga memperbaiki fasadnya menjadi lebih aktif. Tentunya, segala perbaikan ini perlu diregulasi secara tata ruang, misal melalui insentif, agar pelaku usaha lebih tertarik untuk berkontribusi pada perbaikan tata ruang di sekitar stasiun.

Daftar Pustaka:

https://www.kompas.id/baca/utama/2018/09/17/lrt-jakarta-harapan-besar-pada-sepotong-ruas-lrt

https://id.wikipedia.org/wiki/LRT_Jakarta

https://www.jawapos.com/jabodetabek/011745510/komentar-menteri-perhubungan-budi-karya-terkait-lrt-dapat-mengatasi-kemacetan-ibu-kota

https://www.cnbcindonesia.com/market/20230828093506-17-466601/erick-thohir-lrt-bakal-bantu-kurangi-polusi

Fageda, X. (2021). Do light rail systems reduce traffic externalities? Empirical evidence from mid-size european cities. Elsevier, 15.