Skip to content
Home » Artikel » Lima Dimensi Hari Bumi

Lima Dimensi Hari Bumi

Dok: Ardina Putri Rahtama

Ditulis oleh: Wicaksono Sarosa (pernah diterbitkan dalam rangka memperingati Hari Bumi 22 April 1996)

Banyak cara dilakukan orang untuk memperingati sesuatu, antara lain dengan membuat suatu renungan tentang makna atau aspek dari hal yang di peringati tersebut. Tulisan ini merupakan sebuah renungan tentang salah satu aspek dari Hari Bumi, yang saat ini—menurut berbagai laporan masyarakat lingkungan dunia—akan diperingati oleh lebih dari 200 juta penghuni bumi di 140 negara. Secara khusus tulisan ini akan menyoroti lima dimensi dari permasalahan yang menjadi inti Hari Bumi: menjaga keselarasan antara kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhannya dan bumi yang dihuninya.

Hari Bumi

Hari Bumi, yang diperingati setiap tanggal 22 April ini, sudah dimulai sejak 26 tahun yang lalu di Amerika Serikat (tulisan ditulis pada tahun 1996). Pencetusnya adalah senator AS, Gaylord Nelson. Pada intinya Hari Bumi diarahkan dengan sebuah gagasan untuk mendidik masyarakat—melalui berbagai teach-in di tempat-tempat umum – mengenai kenyataan bahwa kita semua menghuni apa yangdinamakan oleh Kenneth Boulding sebagai spaceship planet. Dengan konsep tersebut ditunjukkan bahwa bumi satu-satunya yang kita huni ini memiliki keterbatasan. Oleh Marshall McLuhan, konsep tersebut dikembangkan menjadi sebuah pengertian mengenai global village, di mana di tunjukkan bahwa pada dasarnya manusia itu tinggal dalam sebuah tempat yang memiliki tingkat saling ketergantungan yang relatif tinggi.

                Pendidikan masyarakat semacam itu dilakukan dalam berbagai bentuk, dari yang bersifat akademik seperti diskusi-diskusi sampai yang bersifat kemasyarakatan seperti kampanye pengurangan sampah, pendaur-ulangan sampah, pengurangan penggunaan kendaraan motor, serta berbagai program kerja sama pemerintah dan swasta dalam upaya mengurangi polusi.

                Ternyata secara perlahan-lahan kampanye samacam ini—karena selalu digiatkan berulang-ulang melalui Hari Bumi—berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat dan para pengambil keputusan di berbagai negara.

                Munculah sebuah kesadaran bahwa bumi itu penting untuk dipelihara. Dan sejak tahun 1970-an—meski Hari Bumi bukanlah satu-satunya pendorong—di berbagai negara telah banyak undang-undang lingkungan yang dibuat. Kerjasama antar-negara tentang masalah inipun banyak dilakukan.  Tidak mengherankan, bahwa guna menghargai jasa pencetus Hari Bumi ini, maka pada Hari Bumi tahun 1966 ini presiden Clinton akan memberikan presidential Medal of Freedom—penghargaan sipil tertinggi di AS—kepada mantan senator Gaylord Nelson.

Masalah Lingkungan

Pada setiap Hari Bumi, kita diingatkan untuk memelihara bumi ini sebaik-baiknya seperti kita memelihara rumah sendiri. Ini berarti bahwa kita harus memperhatikan secara serius masalah lingkungan yang diakibatkan kegiatan kita sendiri, yang akibatnya lebih sering dirasakan oleh orang lain atau generasi-generasi berikutnya.

                Sesungguhnya ada lima dimensi dalam permasalahan lingkungan, yaitu (1) dimensi antar-waktu atau antar-generasi, (2) dimensi antar-ruang, (3) dimensi sosio-ekonomi, (4) dimensi politik, dan (5) dimensi antar-materi.

                Pemahaman terhadap ke-5 dimensi tersebut menjadi sangat penting, secara khusus bila dikaitkan dengan konteks penyususnan analis mengenai dampak lingkungan (Amdal), pembutan rencana kota atau wilayah, pengembangan “kota berwawasan lingkungan,”penentuan penerimaan penghargaan Adipura, penilaian kinerja industri, serta pelbagai kebijakan-kebijakan lain.

Dimensi antar-waktu

                Dimensi antar-waktu menyangkut pengertian bahwa dampak perbuatan kita saat ini bisa muncul di masa yang akan datang, dan bahwa yang kita anggap sebagai pilihan terbaik saat ini bisa saja menjadi lain kalau kita memasukkan unsur waktu―kalau unsur waktu ini cukup panjang, dimensi ini sering kali dinamakan dimensi antar-generasi.

                Sebagai salah satu contoh pembangkit listrik tenaga nuklir bisa saja dilihat sebagai pilihan terbaik saat ini karena, dengan tingkat keluaran energi yang setara, jenis pembangkit ini mungkin lebih tidak mengotori udara daripada yang ditimbulkan oleh pembangkit bertenaga batubara atau minyak fosil. Jenis ini juga bisa dilihat sebagai lebih tidak merusak flora dan fauna serta kurang mengusik penduduk setempat dibandingkan yang ditimbulkan oleh sebuah bendungan. Ini kalau kita hanya memperhitungkan kepentingan generasi sekarang saja (dan mengasumsikan bahwa keteledoran tidak akan terjadi).

                Namun bagaimana dengan sampah nuklir yang hingga kini belum ada cara yang lebih baik selain menanamnya di dalam tanah, di dasar laut, atau—secara teoritis—di ruangangkasa? Padahal sampah nuklir yang sudah di proses bisa saja tetap mengandung radioaktif sampai 10.000 tahun (kalau tidak di proses dahulu malah bisa selama 240.000 tahun). Adakah generasi bahwa tangki penyimpanan akan bertahan kukuhselama itu? Semakin menumpuk sampah semacam ini semakin besar risiko yang kita tawarkan ke anak cucu kita.

Dimensi antar-ruang

Dimensi antar-ruang menyangkut pengertian bahwa yang kita lakukan di suatu tempat bisa berdampak negatif di tempat lain dan bahwa lingkungan masalah bisa berpindah atau dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain. Walaupun pengertian ini adalah yang paling banyak dipahami oleh penganalisa dampak lingkungan, namun tingkat kompleksitasnya ternyata berlapis-lapis dari tingkat tapak proyek, kota,wilayah, nasional, dan bahkan global.

                Proyek-proyek yang berdampak di luar tapaknya sudah di bahas. Sementara itu, kehidupan kotapun menimbulkan dampak di luar kota. Dan seringkali nilai kerusakan lingkungan di daerah penyedia bahan kebutuhan kota—seperti pasir, kayu dan lainnya—tidak dimasukan dalam transaksi sehingga daerah tersebut tidak mampu memperbaiki kerusakan yang terjadi. Dan di era globalisasi ini, dampak lingkungan bisa semakin “meng-global” pula.

Dimensi sosio-ekonomi

                Dimensi ini menyangkut pengertian bahwa masalah lingkungan bisa berpindah bukan karena lokasi geografis tetapi karena tingkat sosio-ekonomi yang berbeda. Penggunaan pendinginan udara (AC) adalah salah satu contoh. Mereka yang mampu beli dan membayar ongkos listriknya dapat menikmati dinginnya ruang dalam, padahal oranglain yang tidak mampu akan merasakan akibatnya yang berupa pertambahan panas ruang luar.  Demikian pula, individu, daerah atau negara yang kaya dapat terus berkonsumsi tinggi kemudian membuang limbahnya ke daerah atau negara yang kaya: kadang-kadang, secara sepintas, si individu di daerah yang tidak kaya tersebut di daya gunakan atau ada “biaya ganti”. Namun kalau dilihat lebih teliti lagi, ongkos penurunan kesehatan—serta ongkos-ongkos lingkungan lainnya—yang dialami oleh individu di tempat pembuangan tersebut tidaklah sepenuhnya dibayar oleh si konsumen yang di tempat yang kaya tadi.

Dimensi politik

Dimensi yang sering terlewat dari pengamatan masalah lingkungan ini menyangkut pengertian bahwasebuah masalah lingkungan bisa berpindah dari anggota masyarakat yang berkekuatan politis ke mereka yang tidak memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan, baik secara sengaja maupun tidak sengaja, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Sebagai salah satu contoh, hal ini bisa tercermin dalam berbagai penentuan lokasi industri—atau kegiatan yang menimbulkan polusi—yang cenderung ditempatkan pada daerah-daerah dengan penduduk yang tidak mempunyai kekuatan politis untuk menolak. Penduduk tersebut mendapatkan dampaknya tanpa merasakan hasilnya karena tidak memiliki akses ke dalam proses pengambilan keputusan. Seandainya mereka sudah tahu terlebih dahulu dan bersuara dalam penetuan lokasi, bisa saja mereka akan menolak.

Dimensi antarmateri

Dimensi ini tidak menyangkut manusia secara langsung. Intinya, dimensi ini menyangkut pengertian bahwa masalah lingkungan bisa berpindah dari materi yang satu ke materi yanglain. Contoh yang sangat sederhana adalah pembakaran sampah padat yang memang bisa mengurangi volume sampah tetapi seiring dengan itu menimbulkan masalah polusi udara. Kategori ini bisa dikembangkan lebih jauh menjadi dimensi antarspesies, kalau kita mau memasukkan unsur flora dan fauna yang dapat terkena dampak dari suatu kegiatan. Perluasan kategori ini mengingatkan bahwa manusia hidup di bumi ini tidak sendirian.

Penutup

Lalu apa implikasi pemahaman ke-5 dimensi di atas ? secara menyeluruh, analisa permasalahan lingkungan harus menjadi lebih komprehensif. Di samping itu, masing-masing dimensi juga memiliki implikasi tersendiri. Dimensi antar-waktu berakibat pada perlunya kita mengkaji ulang konsep-konsep ekonomi uang lebih menghargai penggunaan sumber daya alam saat ini daripada di masa mendatang. Sementara itu dimensi-antar-ruang menuntut perlunya memasukkan ongkos-ongkos kerusakan lingkungan dalam transaksi antar daerah dan dalam neraca daerah itu sendiri. Dimensi antar-materi mengingatkan kita untuk lebih teliti dalam upaya mengatasi permasalahan lingkungan alam. Selanjutnya, dimensi sosio-ekonomi mengingatkan kita bahwa masalah kemiskinan dan ketidak-merataan kondisi ekonomi juga sangat berkaitan dengan masalah lingkungan. Akhirnya, dimensi-politik yang seringkali paralel dengan dimensi sosio-ekonomi menunjukkan bahwa demokrasi dan partisipasi secara luas adalah bagian yang tidak terpisahkan dari upaya kita untuk memelihara bumi yang tercinta ini.