Skip to content
Home » Artikel » MSD 10: Mewujudkan Pengelolaan Sampah yang Cerdas dan Berkelanjutan di Jakarta

MSD 10: Mewujudkan Pengelolaan Sampah yang Cerdas dan Berkelanjutan di Jakarta

Salah satu kegiatan yang secara rutin diselenggarakan oleh RuangWaktu sejak 2021 lalu adalah rangkaian kegiatan Multi-Stakeholder and Policy Dialogue (biasa disingkat MSPD) dalam konsorsium bersama HukumOnline sebagai bagian dari The Smart Change Project. MSPD merupakan rangkaian kegiatan dalam bentuk diskusi (atau dialogue) antar pemangku kepentingan dengan berbagai tema-tema pembangunan di DKI Jakarta.

Tema-tema tersebut diangkat berdasarkan 7 Pilar Jakarta Smart City, yakni Smart Mobility, Smart Environment, Smart People, Smart Living, Smart Economy, Smart Branding, serta Smart Governance. Berangkat dari kurangnya partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan di Jakarta, MSPD diharapkan dapat menampung masukan dari seluruh partisipan yang hadir dan menghasilkan beberapa inisiatif bersama serta masukan terhadap rekomendasi kebijakan yang nantinya akan memberikan sebesar-besarnya manfaat bagi pengembangan Jakarta Smart City kedepannya. 

MSD 10 zoom screenshot.

Pada tanggal 30 dan 31 Maret 2022, Multi-Stakeholder Dialogue ke-10 yang mengangkat tema Pengelolaan Sampah sebagai bagian dari pilar Smart Environment telah berhasil diselenggarakan. Sesi dialog kali ini menghadirkan dua narasumber di bidang pengelolaan sampah, yakni Hana Nur Auliana selaku Head of Communication and Engagement dari Waste4Change serta Mahario Ady Saiman selaku Education and Campaign Division dari Jakarta Osoji Club. Keduanya menyampaikan kondisi, tantangan serta suka duka pengelolaan sampah di Jakarta dari sudut pandang pihak swasta dan juga komunitas sebagai bagian dari masyarakat.

Dari pemaparan keduanya, diketahui bahwa saat ini kita sudah memiliki teknologi, peralatan, serta banyaknya peraturan penunjang lain yang cukup mumpuni dalam memenuhi upaya pengelolaan sampah. Akan tetapi, persoalan kemudian terletak pada tata kelola kelembagaan serta sistem yang perlu dibenahi. Tidak hanya di Jakarta, melainkan di banyak kota besar di Indonesia. Misalnya dalam hal penegakkan aturan, penindakan atas pelanggaran belum sepenuhnya dijalankan dengan baik sehingga menghambat implementasi atas peraturan yang sudah ada.

Masih dari sistem tata kelola kelembagaan yang masih perlu dibenahi, saat ini tanggung jawab pengelolaan sampah juga masih banyak dibebankan kepada masyarakat sebagai konsumen. Padahal produsen juga harus mendapatkan porsi pengelolaan sampah dengan mengurangi atau melakukan transisi dari kemasan tidak ramah lingkungan, serta mengumpulkan kembali dan mendaur ulang kemasan yang dihasilkan. Untuk itu, inovasi dan partisipasi dari sektor swasta dalam pengelolaan sampah perlu terus didorong agar mengurangi jumlah timbulan sampah dan meningkatnya daya pengelolaan sampah secara keseluruhan. 

Sementara itu dalam paparannya, Ady Saiman menekankan bahwa pengelolaan sampah yang belum menjadi budaya dari masyarakat itu sendiri juga menjadi hambatan. Budaya peduli sampah dalam komunitas masih belum terwujud dengan baik, sehingga upaya individu dalam mengelola sampah secara ideal masih belum dapat memberikan dampak secara maksimal. Rendahnya kepedulian masyarakat merupakan cerminan dari buruknya edukasi dan pendidikan terkait kepedulian lingkungan dan aturan-aturan yang ada. Hal tersebut juga dikuatkan oleh pernyataan-pernyataan yang disampaikan dari peserta diskusi pada hari ke-2.

Dalam mewujudkan pengurangan jumlah timbulan sampah rumah tangga, mindset pengelolaan sampah sebagai tanggung jawab pribadi perlu ditanamkan kepada sebagian besar masyarakat. Apalagi kita tahu bahwa 61% sumber sampah di DKI Jakarta setiap harinya berasal dari sampah rumah tangga, sementara 72% masyarakat Indonesia dalam suatu survey dinilai tidak peduli dengan persoalan terkait sampah. Meningkatkan kesadaran akan isu-isu lingkungan dan pengelolaan sampah yang saat ini masih diabaikan oleh masyarakat tentunya merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Pemberdayaan komunitas juga dapat menjadi ujung tombak dalam upaya meningkatkan kepedulian atas lingkungan hidup dan budaya tertib dalam mengelola sampah.

Isu tata kelola kelembagaan serta kebiasaan masyarakat yang masih sering mengabaikan persoalan lingkungan termasuk sampah tentu bukan hal yang mudah untuk diatasi. Namun sesuai dengan konsep multi-stakeholder, diharapkan rangkaian dialog ini dapat membuka mata para pemangku kepentingan bahwa mereka tidak sedang bekerja sendiri. Ada banyak involved stakeholder lain di luar sana yang juga sedang bekerja untuk mewujudkan cita-cita yang sama. Seluruh pemangku kepentingan perlu mengerti potensi dan peran masing-masing sehingga mereka dapat bekerjasama dalam menangani persoalan pengelolaan sampah yang cerdas dan berkelanjutan untuk Jakarta yang lebih baik kedepannya.

Marsa Aulianisa
Marsa Aulianisa

Setelah menyelesaikan pendidikan di program studi Perencanaan Wilayah dan Kota ITB pada tahun 2019, kemudian bekerja sebagai staf pendukung di Bappenas dengan fokus pekerjaan pada isu spasial ketenagakerjaan. Saat ini aktif sebagai Knowledge Worker di RuangWaktu.

Leave a Reply